Jatuh Cinta Seperti di Film-Film 2023 SUBTITLE INDONESIA Film Moviepremi – sinopsis – Siapa sih yang gak mau kisah cintanya seperti di film-film? Ketemuannya lucu, jadiannya manis, berjalan dengan naik turun penuh gairah hingga bahagia selamanya. Jika berakhir tragis pun, kisah cinta di film akan tetap romantis. Bahkan nerd seperti aku bakal get the girl! Padahal kehidupan nyata bukannya romantis loh. Kita semua mendambakan skenario jatuh cinta ala sinema karena film memang licik itu. Sebagai media bercerita, film mempunyai daya untuk mempengaruhi orang, mempunyai kemampuan untuk mendorong perubahan pada seseorang dalam memandang kehidupan.
Yandy Laurens jelas percaya ini. Percaya kalo kehidupan nyata tidak kalah romantis, melainkan hanya butuh dorongan kecil dari sebuah film yang dirasakan lewat karakter-karakternya. Percaya bahwa efek film bisa sedahsyat itu, asalkan film itu diberikan kesempatan untuk tetap pribadi dan menjadi dirinya sendiri. Jika pasangan dalam film biasanya mengatakan cinta lewat bunga, maka karakter yang diciptakan Yandy dalam drama komedi romantis dengan struktur ajaib ini bilang, katakan dengan film,
Semua film, pada satu titik, pasti bersifat pribadi bagi pembuatnya. Aku mengetahui ini waktu dulu masih sering ikut kelas penulisan skenario serabutan di mana-mana. Setiap calon penulis skenario ingin memfilmkan kisah hidup atau pengalaman mereka. Ingin mengatakan sesuatu di balik cerita yang mereka tulis. Ini bagus, hal-hal pribadi ini yang mestinya dipertahankan agar film bisa berhubungan dan asli, sehingga bisa konek kepada penonton. Masalah dengan cerita pribadi adalah, kita pikir cerita kita itu bagus. Pengalaman atau kisah hidup atau pandangan kita itu layak untuk difilmkan karena orang-orang membutuhkan cerita kita, karena cerita kita begitu penting sehingga bisa mengubah dunia ini.
Bagus, karakter utama, dalam Jatuh Cinta Seperti di Film-Film juga punya ‘idealisme’ seperti itu. Bagus yang seorang penulis skenario, ingin membuat film romantis berdasarkan perasaannya terhadap Hana, teman semasa SMA dulu. Dia menulis film dari kisah pertemuannya dengan Hana yang masih berkabung atas kematian suami empat bulan yang lalu. Lewat film yang ia tulis, Bagus ingin mengutarakan cinta sekaligus mencoba membuka pintu hati Hana yang kini masih tertutup rapat untuk cinta yang naskah baru. Jadi Bagus berjuang, menyampaikan cerita di depan produser. Supaya beneran difilmkan dan Hana nonton. Naskah yang ia perjuangkan pada akhirnya menjadi membuka mata Bagus terhadap apa yang sebenarnya lebih perlu untuk ia lakukan.
Seperti yang sudah dikesankan oleh judulnya, film ini memang dibangun dengan struktur yang sangat meta. Film tentang karakter yang menulis cerita film, yang sebenarnya berdasarkan kisah hidupnya. Ada banyak lapisan; cerita di dalam cerita di dalam cerita. Konklusinya nunjukin meski dunia nyata si karakter mungkin gak seromantis di dalam cerita yang karakter bikin – karena di dalam cerita film, semuanya harus dilebih-lebihkan biar dramatis, toh dunia nyata dia itu film juga bagi kita. Sungguh menakjubkan, makanya film ini memberikan pengalaman unik banget saat ditonton. Apalagi saat direview.
Serius deh. Ini sebenarnya salah satu film yang seru banget, bikin aku ber-“loh-loh” ria saat berusaha menelisik di balik layer-layernya satu persatu. Ada beberapa kali di babak awal aku ngerasa film ini jelek. Megah dengan gimmick hitam putih. Juga dengan penulisan yang sok asik dengan istilah-istilah film menurut ‘netijen’. Seperti, adegan yang nyebut penulis subtitle bahasa indonesia di film bajakan; adegan itu kayak maksain banget karena masa’ nonton film adaptasi dari sinetron Indonesia bisa pake ada subtitle semuanya. Ataupun masih terlalu ‘telling’ dengan dialog Hana bilang dirinya seolah ikut dikubur bersama suami, padahal cukup ditunjukin visual surealis Hana ikut berbaring di dalam peti mati yang memang ada nanti di cerita.
Di situlah aku nyadar. Bahwa yang jelek di depan itu, bukan film ini. Tapi film/naskah buatan si Bagus. Bahwa itu semua adalah bagian dari karakterisasi si Bagus sebagai tokoh utama. Gimana dia malah memposisikan karakter Hana sebagai yang harus punya pengembangan di dalam ceritanya, menunjukkan bahwa Bagus belum melihat ‘false-believe’nya sendiri. Belum melihat bahwa dia itu egois, merasa benar, dan bahkan gak sejago itu dalam nulis naskah film. Di babak selanjutnya, film akan mengacknowledge kekurangan-kekurangan Bagus, dan itu bakal dijadikan poin untuk pembelajaran bagi karakternya. Yang bikin seru, nanti juga ada adegan-adegan saat Bagus dibahas oleh aktor dan kru yang terlibat dalam pembuatan film dari ceritanya. Dan Bagus seringkali gak bisa menjawab, karena dia menyadari mereka benar, Hana benar, dan dia salah. Kisah yang menarik. Ya sudah ditonton saja langsung di Moviepremi.